Kupang - Dalam rangka menjaga kualitas pelayanan publik di masa transisi pasca pemecahan Kementerian Hukum dan HAM menjadi satu Kementerian Koordinator dan tiga Kementerian baru, Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTT melaksanakan verifikasi tindak lanjut hasil Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK) dan Survei Persepsi Kepuasan Pelayanan (SPKP) Tahun 2025 di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Jumat (08/08).
Mewakili Kepala Kantor Wilayah, Silvester Sili Laba kegiatan ini dipimpin oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum (P3H), Hasran Sapawi bersama Analis Hukum Ahli Pertama, Marcela Endo, dengan melakukan koordinasi ke Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten TTS dan Pos Bantuan Hukum Masyarakat Miskin Terpadu (Posbakumadin) Soe, yang merupakan salah satu penerima layanan Kanwil Kemenkum NTT.
Hasran menjelaskan bahwa verifikasi lapangan diperlukan untuk memastikan rekomendasi hasil survei tidak berhenti di atas kertas, tetapi benar-benar diimplementasikan dan berdampak bagi masyarakat.
“Hasil survei SPAK dan SPKP tahun ini memberikan sejumlah rekomendasi penting, mulai dari peningkatan sosialisasi tugas dan fungsi Kanwil, penyediaan media informasi dan kanal pengaduan, peningkatan kompetensi petugas, hingga perbaikan sarana prasarana yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Semua ini harus kami cek langsung di lapangan agar benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pengguna layanan,” ujarnya.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten TTS, Melkianus Y. Nenoliu mengapresiasi pelayanan yang telah diberikan Kanwil Kemenkum NTT, khususnya dalam pendampingan penyusunan rancangan peraturan daerah. Menurutnya, pelayanan yang diberikan telah memenuhi standar baik dari segi sarana, prasarana, maupun kompetensi SDM.
“Standar pelayanan yang baik bahkan sudah terasa sejak memasuki gerbang kantor, mulai dari sambutan security, front office, hingga petugas layanan,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Posbakumadin Soe Nikolaus Toislaka. Ia menilai Kanwil Kemenkum NTT selalu responsif dalam membantu Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang menghadapi kendala dalam pelaksanaan bantuan hukum.
“Kami berharap pendampingan ini terus berlanjut di masa depan,” ujarnya.
Meski demikian, baik Melkianus maupun Nikolaus mengakui bahwa masih dibutuhkan sosialisasi lebih intens terkait perubahan tugas dan fungsi Kanwil pasca pemecahan Kementerian. Hal ini penting agar masyarakat tidak kebingungan dalam mengakses layanan yang sesuai kewenangan Kanwil Kementerian Hukum.
Menutup arahannya, Hasran menekankan urgensi pembentukan Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan (Posbakumdes/kel) di Kabupaten TTS.
“Pembentukan Posbakumdes/kel menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar wacana. Kami berharap pemerintah daerah, Kanwil, dan OBH terakreditasi dapat berkolaborasi mendorong keberadaannya. Pos ini akan memperkuat peran paralegal dalam menyelesaikan permasalahan hukum di tingkat desa secara non-litigasi, terlebih menjelang pemberlakuan KUHP baru. Dengan demikian, akses terhadap keadilan benar-benar hadir dan dirasakan sampai ke lapisan masyarakat paling bawah,” tegasnya.
Kegiatan ini menjadi wujud komitmen Kanwil Kemenkum NTT untuk terus memberikan pelayanan terbaik, menjunjung integritas, dan memperkuat semangat anti korupsi demi kepercayaan publik.