Kupang — Dalam upaya menyebarluaskan hasil evaluasi terhadap kebijakan nasional yang berdampak langsung pada akses keadilan masyarakat, Kantor Wilayah Kementerian Hukum(Kemenkum) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Diskusi Strategi Kebijakan (DSK) bertema “Analisis Evaluasi Dampak Kebijakan terhadap Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum”, Kamis (02/10/2025), di Aula Kanwil Kemenkum NTT.
Kegiatan ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari tingkat daerah hingga pusat, sebagai bagian dari diseminasi hasil evaluasi kebijakan sekaligus upaya penguatan peran paralegal dalam sistem pemberian bantuan hukum di Indonesia.
Dalam laporan pembukaan, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kontribusi Kanwil Kemenkum NTT dalam mendukung perumusan, pembaruan, dan sinkronisasi kebijakan hukum nasional, khususnya dalam memperkuat instrumen regulasi bantuan hukum berbasis masyarakat.
“Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021 menjadi salah satu regulasi penting yang dievaluasi di tahun ini karena peran paralegal sangat strategis dalam memperluas akses keadilan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu di wilayah 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar),” jelas Silvester.
Sebagai bagian dari forum ilmiah ini, tiga narasumber dihadirkan untuk membedah lebih dalam isi dan dampak dari Permenkumham tersebut.
Maria Jacob, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda dari Kanwil Kemenkum NTT, membuka sesi pemaparan dengan menjelaskan aspek analisis evaluatif terhadap Permenkumham 3 Tahun 2021. Ia menekankan bahwa salah satu tujuan utama peraturan ini adalah untuk menjamin hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta memperlakukan semua orang secara setara di hadapan hukum.
“Peraturan ini merupakan bentuk pengakuan terhadap kebutuhan masyarakat atas pendampingan hukum yang terjangkau, cepat, dan tepat sasaran, terutama bagi mereka yang belum mampu mengakses bantuan hukum formal,” ujar Maria.
Selanjutnya, Simplexius Asa, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, menyampaikan materi bertajuk “Memahami Kerja Paralegal”. Ia menjelaskan bahwa paralegal bukanlah advokat atau sarjana hukum, tetapi orang-orang yang diberdayakan untuk memberikan bantuan hukum secara terbatas dan sesuai koridor hukum yang berlaku.
“Paralegal adalah jembatan antara masyarakat dan sistem hukum formal. Perannya sangat vital, terutama di daerah-daerah yang kekurangan tenaga hukum profesional,” kata Simplexius.
Materi terakhir disampaikan oleh R.S. Habibi, Penyuluh Hukum Ahli Muda yang mewakili Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Constantinus Kristomo. Dalam paparannya, ia menegaskan pentingnya pengaturan yang utuh dan komprehensif bagi eksistensi paralegal.
“Kita perlu memastikan bahwa paralegal bekerja secara legal, terlatih, dan terintegrasi dalam sistem bantuan hukum nasional. Kami akan menindaklanjuti rekomendasi ini dengan membangun komunikasi lintas lembaga, termasuk Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian,” ungkap Habibi.
Diskusi ini menjadi ruang strategis untuk menyatukan pandangan lintas sektor dan menjaring rekomendasi guna memperkuat kebijakan hukum berbasis kebutuhan masyarakat. Kanwil Kemenkum NTT berharap, dengan adanya kegiatan ini, formulasi kebijakan yang berkaitan dengan paralegal dan bantuan hukum dapat semakin adaptif, partisipatif, dan implementatif.
Kegiatan ini tidak hanya memperkaya pemahaman para peserta, tetapi juga mempertegas komitmen pemerintah dalam memastikan akses keadilan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.