Kupang - Dalam upaya memperkuat strategi penegakan hukum di tengah dinamika kejahatan pidana yang kian kompleks, terutama di sektor ekonomi dan korporasi, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Timur (Kanwil Kemenkum NTT) turut ambil bagian dalam Seminar Ilmiah bertajuk “Optimalisasi Program Pendekatan Follow The Assets dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana”, Kupang, pada Senin (25/08/2025).
Acara yang berlangsung di Aula El Tari, menghadirkan para pemangku kepentingan di bidang hukum dari berbagai instansi. Kepala Kanwil Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, hadir bersama jajaran Penyuluh Hukum dan Analis Hukum, menunjukkan komitmen kuat dalam membangun sinergi antar-lembaga untuk penegakan hukum yang lebih adaptif dan berdaya guna.
Seminar ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Zet Tadung Allo. Dalam sambutannya, Kajati NTT memulai dengan membangkitkan kembali semangat sejarah kejaksaan yang heroik, dengan mengenang sosok Jaksa Agung pertama Indonesia, Mr. Gatot Tanujohardjo, yang dilantik oleh Presiden Soekarno pada 2 September 1945. Meski hanya menjabat dalam waktu singkat, dedikasi beliau ditunjukkan melalui langkah berani mengundurkan diri demi ikut berjuang secara fisik melawan pemberontakan DI/TII di Gunung Galunggung, Tasikmalaya. Ia bahkan ditangkap dan ditahan selama 9 bulan, meninggalkan warisan keteladanan yang mengakar kuat dalam sejarah kejaksaan Indonesia.
Kajati NTT menegaskan bahwa seiring perkembangan zaman, tantangan penegakan hukum juga berkembang, khususnya kejahatan di bidang ekonomi dan kemanusiaan yang kini dilakukan oleh pelaku lintas sektor, dari berbagai latar belakang sosial dan politik. “Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan hukum yang lebih canggih, sistematis, dan inovatif”, Ujar Kejati NTT.
Untuk itu, Kejati NTT mendorong penerapan Deferred Prosecution Agreement (DPA) sebagai inovasi hukum penting. Mengutip pendapat Prof. Dr. Asep Nana Mulyana SH MH, penulis buku Deferred Prosecution Agreement, metode ini merupakan kewenangan Dominus Litis jaksa dalam penuntutan, yang bertujuan memulihkan hak dan potensi pendapatan negara dalam kasus kejahatan korporasi, sekaligus meminimalkan risiko kedua belah pihak negara dan korporasi.
Kejati NTT juga mengingatkan bahwa menurut berbagai penelitian, sekitar 77% kemajuan sebuah negara maju sangat bergantung pada penegakan hukum yang baik dan konsisten, bukan semata-mata dari kekayaan alamnya. Fenomena ini dikenal sebagai “kutukan sumber daya” (resources curse), yang menjadi peringatan agar bangsa Indonesia terus memperkuat supremasi hukum sebagai pondasi kemajuan bangsa.
“Dengan inovasi dan sinergi yang baik, kami yakin penanganan perkara pidana khususnya di bidang ekonomi dapat semakin optimal dan memberikan dampak nyata bagi perlindungan keuangan negara serta keadilan masyarakat,” tutup Kepala Kejati NTT.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Kanwil Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, menyatakan bahwa partisipasi pihaknya dalam seminar ini merupakan wujud dukungan terhadap pengembangan pendekatan hukum yang responsif terhadap tantangan zaman. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum, akademisi, dan praktisi untuk membangun sistem hukum yang adaptif, solutif, dan humanis.
Seminar ini diikuti oleh para penegak hukum, akademisi, dan praktisi yang bersama-sama mendalami dan mengembangkan strategi penanganan perkara pidana yang adaptif di era modern, sebagai wujud komitmen Kejaksaan dalam menjaga integritas dan keadilan hukum di Nusa Tenggara Timur.
