
Kupang — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Timur turut berpartisipasi dalam pembukaan Peacemaker Justice Award 2025 yang digelar secara daring pada Senin (24/11/2025). Kegiatan tersebut diikuti langsung dari Aula Kanwil Kemenkum NTT oleh Kepala Kantor Wilayah, Silvester Sili Laba, didampingi Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Hasran Sapawi, sebagai bentuk komitmen terhadap upaya penguatan penyelesaian hukum nonlitigasi di tingkat desa dan kelurahan.
Peacemaker Justice Award merupakan penghargaan khusus dari pemerintah bagi lurah dan kepala desa yang dinilai berperan aktif dan berdedikasi dalam menyelesaikan persoalan hukum di daerahnya melalui pendekatan damai, musyawarah, dan kekeluargaan. Program ini menjadi bentuk apresiasi atas kontribusi pemerintah desa dalam menjaga keharmonisan sosial serta mencegah konflik sejak dini.
Dalam sambutannya, Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung, Sobandi, menekankan bahwa penghargaan ini merupakan puncak dari rangkaian komitmen bersama untuk membangun ekosistem penyelesaian sengketa yang lebih humanis. Ia menyampaikan bahwa Mahkamah Agung memahami bahwa keadilan tidak selalu harus dicapai melalui meja pengadilan.

“Keadilan itu tidak selalu lewat proses litigasi. Melalui peacemaker, kita mengedepankan musyawarah dan nilai kekeluargaan untuk menyelesaikan sebuah sengketa. Inilah bentuk keadilan substantif yang hidup dalam masyarakat,” ujarnya.
Membuka kegiatan tersebut Wakil Menteri Hukum RI, Edward Omar Sharif Hiariej, menyampaikan bahwa tujuan utama hukum adalah menghadirkan perdamaian, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Menurutnya, peacemaker mengambil peran penting sebagai garda terdepan dalam menjaga hubungan antarindividu agar tetap harmonis.
“Hukum tidak hanya berfungsi sebagai aturan tertulis, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan hubungan antarwarga. Peacemaker menjadi ujung tombak karena sengketa selalu bermula dari relasi antarindividu yang perlu dikembalikan ke tatanan yang patut dan selaras dengan nilai kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Wamenkum menegaskan bahwa tugas seorang peacemaker bukan hanya mendamaikan, tetapi juga mencari titik tengah yang adil bagi para pihak yang berselisih, sehingga masyarakat dapat kembali hidup dalam harmoni dan mematuhi nilai-nilai sosial yang berkembang di lingkungannya.

Tahun ini, Peacemaker Justice Award turut diikuti oleh tiga perwakilan dari NTT, yakni Lurah Fatufeto, Kecamatan Alak, Kota Kupang Wiljundaita Bunga, Kepala Desa Uiasa, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang Yigal Sulivan Laiskodat, dan Kepala Desa Lewotobi, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur Tarsisius Buto Muda.
Keterlibatan para perwakilan dari NTT ini menunjukkan semakin kuatnya komitmen daerah dalam memperkuat penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi—sebuah pendekatan yang sejalan dengan nilai-nilai lokal dan budaya musyawarah yang hidup di tengah masyarakat.
Dengan keikutsertaan Kanwil Kemenkum NTT, diharapkan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah semakin erat dalam mendorong terwujudnya desa-desa yang damai, harmonis, dan taat hukum. Peacemaker Justice Award menjadi momentum penting untuk memperkuat peran perangkat desa sebagai agen perdamaian di garda terdepan.
