Waingapu_ Masyarakat harus memahami hak dan kewajibannya serta tindak pidana secara fidusia agar tidak menyebabkan terjadinya permasalahan hukum dibidang fidusia dikemudian hari. Inilah yang disampaikan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur, Jonson Siagian saat mewakili Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur, Marciana Dominika Jone untuk membuka Kegiatan Sosialiasi Layanan Fidusia di Kabupaten Sumba Timur, Selasa (28/05/2024).
Kegiatan yang diikuti dari berbagai unsur yakni Lembaga Perbankan, Lembaga Finance, Notaris dan Masyarakat ini berlangsung di Hotel Padadita Waingapu. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam keynote speech menyampaikan penjelasan terkait Penghapusan Jaminan Fidusia.
Dikatakan, Jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya.
“Secara garis besar fidusia adalah sebuah proses pengalihan hak kepemilikan suatu benda. Dimana meski hak kepemilikan sudah dialihkan kepada orang lain. Namun sebenarnya benda tersebut masih menjadi milik pemberi wewenang”, ujarnya.
Senada dengan yang disampaikan Jonson, Kepala Sub Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum, Regina Anu Siga mengatakan bahwa Jaminan fidusia harus memiliki sertifikat. “Sertifikat inilah yang akan mengatur pengalihan hak kepemilikan objek atas dasar kepercayaan antara pihak kreditur dan debitur”, kata Regina.
Ditambahkan, Sertifikat Fidusia juga memberikan kekuatan hak eksekutorial untuk mencabut Objek Fidusia tanpa melalui Putusan Pengadilan jika pihak debitur melakukan pelanggaran dalam perjanjiannya.
Dengan adanya sertifikat jaminan fidusia ini diharapkan bisa memberikan perlindungan bagi peminjam dan juga pemberi pinjaman. Selain itu adanya sertifikat jaminan fidusia ini juga bisa digunakan untuk menjamin tidak ada pihak yang dirugikan, baik dari penerima pinjaman maupun pemberi pinjaman.
Permasalahan hukum dibidang fidusia sering terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terutama yang menggunakan fasilitas pembiayaan konsumen untuk kredit kendaraan bermotor mengenai Jaminan Fidusia. Masyarakat sebagian besar tidak mengerti dan memahami bahwa sebenarnya dirinya telah terikat perjanjian Jaminan Fidusia dengan lembaga pembiayaan. Dengan demikian, maka masyarakat juga tidak memahami hak dan kewajibannya serta tindak pidana secara fidusia. Hal ini yang menyebabkan terjadinya permasalahan hukum dibidang fidusia dikemudian hari.
Permasalahan lain yang sering timbul adalah masalah tindak pidana dibidang fidusia. Dimana Pemberi Fidusia atau Debitur banyak yang melakukan tindak pidana fidusia disebabkan oleh ketidaktahuannya mengenai aturan hukum Jaminan Fidusia. Sehingga tidak menyadari bahwa tindakannya tersebut merupakan tindak pidana dibidang fidusia, misalnya mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang telah menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana diatur pada Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Selain itu, dalam kesempatan yang sama, kegiatan sosialisasi ini juga menghadirkan Pejabat Notaris yang berkesempatan menyampaikan informasi terkait peran notaris dalam layanan fidusia online.