Kupang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Timur (Kanwil Kemenkum NTT) Mengikuti kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenkum DIY bersama Badan Strategi Kebijakan (BSK) Hukum secara daring pada Kamis (25/09/2025). Forum ini mengangkat tema “Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Hadir dari Kanwil NTT, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Hasran Sapawi bersama Analis Hukum Ahli Madya sekaligus Koordinator BSK Kemenkum NTT, Dintje Bule Logo, beserta jajaran.
Kepala BSK Hukum,Andry Indrady dalam sambutanya menegaskan bahwa pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin merupakan salah satu instrumen penting negara dalam menjamin prinsip keadilan dan persamaan kedudukan di depan hukum. Ia menekankan bahwa keberadaan regulasi seperti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum serta Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum harus diimplementasikan secara konsisten. “Bantuan hukum tidak boleh dipandang sebagai sekadar program, tetapi sebagai tanggung jawab negara dalam memastikan akses keadilan bagi semua warga, khususnya kelompok rentan,” ujarnya.
Constantinous Kristomo selaku Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN menekankan pentingnya penerapan Standar Layanan Bantuan Hukum (Starla Bankum) sebagai tolak ukur layanan yang wajib diterapkan oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH). Penerapan standar ini dinilai krusial untuk menjamin pendampingan hukum yang profesional, akuntabel, serta merata bagi masyarakat miskin.
Thalis Noor Cahyadi dari Rumah Bantuan Hukum Yayasan AFTA kemudian memaparkan praktik pelaksanaan bantuan hukum di lapangan. Ia menyoroti tantangan utama, seperti belum adanya data tunggal masyarakat miskin, ketidakharmonisan regulasi antara pusat dan daerah, serta keterbatasan anggaran dan mekanisme klaim yang masih berbelit.
Paparan berikutnya disampaikan oleh akademisi Universitas Ahmad Dahlan, Bima Setya Nugraha, yang menegaskan bahwa meskipun DIY telah memiliki 26 OBH terakreditasi dan berbagai Perda tentang bantuan hukum, masih ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan. Isu seperti “kemiskinan administratif”, perbedaan regulasi antar daerah, serta munculnya 17 kelompok rentan dalam Perda DIY Nomor 11 Tahun 2022 dinilai menjadi tantangan besar. Ia mendorong adanya penguatan kelembagaan OBH, optimalisasi dukungan APBD, integrasi data, serta sistem monitoring dan evaluasi yang lebih efektif agar bantuan hukum benar-benar menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Dari tempat terpisah, Kepala Kanwil Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, menyampaikan bahwa keterlibatan aktif dalam forum ini merupakan bentuk komitmen nyata Kemenkum di daerah. “Bantuan hukum adalah hak konstitusional masyarakat miskin. Kami di NTT siap memperkuat sinergi dengan berbagai pihak agar implementasi kebijakan bantuan hukum benar-benar dirasakan masyarakat hingga ke pelosok,” ujarnya.
Melalui dukungan ini, Kanwil Kemenkum NTT menegaskan komitmennya untuk memperkuat kebijakan pemberian bantuan hukum di wilayah NTT. Langkah tersebut menjadi wujud nyata dalam menghadirkan kepastian hukum yang berkeadilan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak hukum yang melekat pada setiap warga negara.

