Kupang — Kantor Wilayah Kementerian Hukum(Kemenkum) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Diskusi Strategi Kebijakan (DSK) dengan tema “Analisis Evaluasi Dampak Kebijakan terhadap Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum”, bertempat di Aula Kantor Wilayah Kemenkum NTT, Kamis (02/10/2025).
Kegiatan ini juga diselenggarakan secara hybrid, dihadiri secara langsung oleh sejumlah pejabat tinggi dan pemangku kepentingan, serta diikuti secara daring melalui Zoom dan siaran langsung YouTube. Hadir dalam kegiatan ini antara lain Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi NTT, Arvin Gumilang, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan NTT, Ketut Akbar Herry Achjar, perwakilan dari Polda NTT, Pengadilan Negeri Kupang Kelas IA, Kejaksaan Negeri Kota Kupang, Lurah Fatufeto, serta jajaran pegawai Kemenkum NTT.
Turut hadir pula Kepala BSK Kemenkum RI, Andry Indrady, Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN, Constantinus Kristomo, serta Dekan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, Simplexius Asa. Kegiatan ini juga melibatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK sebagai salah satu mitra strategis dalam pemberian layanan hukum kepada masyarakat.
Dalam laporan pembukaannya, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, yang didampingi Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Hasran Sapawi, serta Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Bawono Ika Sutomo, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menyebarluaskan hasil evaluasi kebijakan terhadap Permenkumham Nomor 3 Tahun 2021 kepada para pemangku kepentingan di tingkat daerah dan pusat.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari kontribusi Kantor Wilayah Kemenkum NTT dalam mendukung perumusan, pembaruan, serta sinkronisasi kebijakan hukum nasional,” ujar Silvester.
Ia menambahkan, Permenkumham No. 3 Tahun 2021 merupakan salah satu kebijakan penting yang menjadi fokus evaluasi di tahun 2025. Kebijakan ini bertujuan memperluas akses keadilan, khususnya bagi masyarakat di wilayah 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar), melalui pemberdayaan paralegal sebagai tenaga non-advokat yang memberikan edukasi, informasi hukum, dan pendampingan hukum dasar.
Membuka kegiatan ini Kepala BSK, Andry Indrady, dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya DSK tersebut dan menekankan pentingnya regulasi yang tidak hanya baik dari sisi substansi, tetapi juga didukung oleh sistem pelaksana yang kuat.
“Ini adalah isu yang sangat penting, bahkan menjadi sorotan dalam tren pemberitaan. Reformasi hukum merupakan bagian dari ‘Asta Cita’ Presiden. Oleh karena itu, evaluasi seperti ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas layanan hukum kita,” ungkap Andry.
Ia juga menyoroti tantangan dalam memperluas jangkauan layanan bantuan hukum di seluruh Indonesia, terutama di wilayah terpencil, dengan tetap menjaga kualitas dan keberlanjutan layanan.
DSK ini menjadi wadah lintas sektoral yang mempertemukan perwakilan dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat sipil untuk memberikan masukan, menyampaikan rekomendasi kebijakan, serta memperkuat sinergi antar lembaga.
Melalui kegiatan ini, Kantor Wilayah Kemenkum NTT berharap dapat mendorong partisipasi publik dalam proses formulasi kebijakan hukum yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya evaluasi kebijakan terhadap Permenkumham Paralegal ini, diharapkan kedepan peran paralegal semakin strategis dan diakui dalam sistem bantuan hukum nasional, sehingga semakin banyak masyarakat yang bisa mendapatkan pendampingan hukum secara cuma-cuma dan bermartabat.