Kupang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Timur turut berpartisipasi dalam kegiatan Diskusi Multipihak yang diselenggarakan oleh Yayasan Ipas Indonesia dengan tema Kajian Analisis Situasi Perkawinan Anak, Kehamilan Remaja, dan Remaja Putus Sekolah di Kabupaten Flores Timur. Kegiatan tersebut berlangsung di Swiss-Belcourt Kupang, Selasa (09/12/2025).
Pada kegiatan tersebut, Kanwil Kemenkum NTT diwakili oleh Analis Hukum Ahli Madya, Hempy J.W. Poyk. Kehadiran Kanwil Kemenkum NTT merupakan bentuk komitmen dalam mendukung penguatan regulasi dan perlindungan hukum bagi anak dan remaja, khususnya dalam upaya pencegahan perkawinan anak serta pemenuhan hak atas pendidikan.
Sementara itu, dari tempat terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTT, Silvester Sili Laba, menegaskan bahwa permasalahan perkawinan anak, kehamilan remaja, dan putus sekolah merupakan isu serius yang membutuhkan perhatian dan penanganan bersama. Ia menekankan pentingnya sinergi lintas sektor serta penguatan kebijakan dan regulasi yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.
Diskusi multipihak ini diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan lintas sektor, antara lain OPD Provinsi NTT yang meliputi BAPPERIDA Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, DP3A2KB Provinsi NTT, Dinas Sosial Provinsi NTT, Kementerian Agama Provinsi NTT, serta Kementerian Hukum Provinsi NTT. Kegiatan ini juga melibatkan berbagai lembaga swadaya masyarakat, kelompok remaja, tokoh agama dan adat, serta mitra pembangunan.
Dalam sesi pemaparan materi, peneliti Ima Susilowati dan Yan Parhas menyampaikan Analisis Situasi mengenai keterkaitan antara Perkawinan Anak, Kehamilan Remaja, dan Remaja Putus Sekolah (CTS Nexus) di Kabupaten Flores Timur. Paparan tersebut menunjukkan adanya kondisi yang membutuhkan perhatian serius, terutama karena dukungan lingkungan terhadap remaja yang masih terbatas.
Meskipun persentase perkawinan anak usia 17–18 tahun menunjukkan tren penurunan menjadi 9,80 persen pada tahun 2023, angka kehamilan remaja di bawah usia 19 tahun masih tergolong tinggi, yakni mencapai 13,59 persen pada tahun 2024, dengan 198 remaja tercatat mengalami kehamilan hingga Oktober 2025. Selain itu, isu putus sekolah juga cukup signifikan dengan 6.505 anak tercatat putus sekolah atau tidak bersekolah, di mana kehamilan hampir selalu menjadi penyebab utama pada anak perempuan.
Hasil asesmen ekosistem CTS Nexus secara keseluruhan menunjukkan skor 2,3 atau berada pada kategori agak restriktif. Komponen Agensi dan Pengetahuan Remaja serta Ketersediaan Layanan menjadi aspek dengan skor terendah, yakni 1,8. Melalui forum kolaboratif ini, Kanwil Kemenkum NTT berharap rekomendasi yang dihasilkan dapat menjadi dasar penguatan regulasi dan kebijakan yang lebih komprehensif guna memperkuat perlindungan anak serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Nusa Tenggara Timur.

