Kupang – Upaya pelestarian budaya dan penguatan ekonomi lokal serta Dalam rangka memperkenalkan keragaman motif, corak, serta nilai-nilai budaya tenun khas NTT sekaligus mendorong pemanfaatan nilai ekonominya, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT menghadiri Diskusi Pemanfaatan Website untuk Publikasi Potensi Ekonomi Tenun NTT, Jumat (15/08/2025).
Kegiatan yang digagas oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTT ini berlangsung di Aula Kanwil DJPb, Gedung Keuangan Negara (GKN) Kupang Lantai 3. Mewakili Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTT Silvester Sili Laba, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Bawono Ika, didampingi oleh Analis Kekayaan Intelektual, Mohammad Rustham.
Dalam sambutannya, Kepala Kanwil DJPb Adi Setiawan memperkenalkan website “Lopo Tenun” yang dibangun sebagai wadah publikasi, edukasi, serta promosi tenun khas NTT. Website ini juga dirancang untuk memetakan dan mengangkat potensi ekonomi dari kerajinan tenun lokal yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat adat di seluruh pelosok NTT.
“Web ini dibuat untuk memberdayakan potensi ekonomi masyarakat sekaligus memperkenalkan UMKM lokal secara lebih luas. Ini bukan marketplace, tapi platform edukatif yang bisa menyebarluaskan informasi mengenai kekayaan tenun NTT,” ujar Adi Setiawan.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa diskusi ini merupakan langkah awal menuju soft launching website Lopo Tenun, dan mendorong partisipasi aktif seluruh pihak, termasuk pemda, pelaku UMKM, dan pemilik hak kekayaan intelektual agar data yang tersedia dalam website menjadi akurat dan komprehensif.
Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kemenkum NTT, Bawono Ika, menyampaikan dukungannya dan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, khususnya dengan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) di masing-masing kabupaten.
“Kita harus saling mendukung dan terus berkoordinasi dengan MPIG serta mendapat dukungan penuh dari para bupati. Ini penting agar seluruh informasi tentang tenun, baik sejarah, filosofi motif, hingga data UMKM, bisa dituangkan secara lengkap di website,” tegas Bawono.
Lebih lanjut, Bawono menyoroti urgensi pendaftaran Indikasi Geografis (IG) untuk tenun-tenun khas daerah. Menurutnya, pendaftaran IG bukan sekadar formalitas hukum, tapi bentuk nyata perlindungan terhadap kekhasan dan warisan budaya lokal agar dikenal luas, bahkan hingga ke dunia internasional.
“Setiap daerah di NTT punya tenun dengan motif dan teknik unik. Maka, sangat penting kita daftarkan sebagai Indikasi Geografis untuk melindungi identitas budaya tersebut. Jika ini berjalan maksimal, bukan tidak mungkin NTT bisa dikenal sebagai provinsi tenun Indonesia,” ujarnya penuh optimisme.
Melalui kegiatan ini, semua pihak berharap sinergi yang terjalin dapat terus diperkuat dalam rangka menjadikan tenun NTT tidak hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai pilar ekonomi masyarakat yang tangguh dan berkelanjutan.(Humas/YG)
