
Kupang – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Timur (Kanwil Kemenkum NTT) mengikuti Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang diselenggarakan secara daring oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum RI, Jumat (31/10/2025).
Kegiatan ini diikuti oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTT, Silvester Sili Laba, didampingi oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya, Yunus Bureni, dari ruang multifungsi Kanwil Kemenkum NTT.
Dalam laporan pembukaannya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, menjelaskan bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah membawa perubahan besar terhadap sistem hukum pidana nasional. Salah satu perubahan mendasar, menurutnya, adalah penempatan pidana mati bukan lagi sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus yang bersifat alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun, serta harus diterapkan dengan sangat hati-hati.

“Pidana mati kini hanya diperuntukkan bagi tindak pidana luar biasa (extraordinary crimes) dan dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk melindungi masyarakat,” tegas Dhahana.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa tata cara pelaksanaan pidana mati selama ini masih berpedoman pada Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, yang dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum, prinsip hak asasi manusia, dan sistem pemidanaan modern. Oleh karena itu, Pasal 102 UU KUHP mengamanatkan perlunya penyusunan undang-undang baru yang lebih komprehensif, humanis, dan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah kini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati (RUU TCPM). RUU ini mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban terpidana mati, syarat dan mekanisme pelaksanaan, hingga tata cara penanganan jenazah, dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum, mencegah tindakan sewenang-wenang, dan menjunjung tinggi martabat manusia.

Uji publik yang dilakukan melalui webinar ini merupakan bagian penting dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif, sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menegaskan pentingnya meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam setiap proses legislasi.
Dalam kesempatan ini, peserta dari berbagai unsur hukum, akademisi, dan instansi pemerintah diberi ruang untuk menyampaikan masukan, pandangan, serta kritik konstruktif terhadap substansi RUU tersebut.
Kegiatan uji publik ini juga diisi dengan pemaparan materi dari tiga narasumber, yaitu Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Marcus Priyo Gunarto, Akademisi Fakultas Hukum UGM, Dr. Supriadi, dan Akademisi Fakultas Hukum UGM, Dr. Muhammad Fatahillah Akbar. Ketiganya memberikan pandangan komprehensif mengenai urgensi pembaruan tata cara pelaksanaan pidana mati dalam perspektif hukum pidana, hak asasi manusia, dan praktik pelaksanaan di lapangan.
Melalui kegiatan ini, Kanwil Kemenkum NTT berharap agar proses penyusunan RUU tersebut dapat menghasilkan regulasi yang berkeadilan, menghormati martabat manusia, dan selaras dengan semangat reformasi hukum nasional.




















